Rabu, 25 Februari 2009

Ke Monas


























kunjungan

Minggu, 22 Februari 2009

met ultah

met Ultah
Bpk. HM. Hasan
24 Februari 2009

Semoga sukses dan sehat selalu, amin
Old Newspaper







Senin, 09 Februari 2009

Emak, Setidaknya Tersenyumlah

Emak, Setidaknya Tersenyumlah

Oleh: Adhi Yudhono Kusumo

Tanggal 15 bulan Jawa. Bulan terlihat penuh. Di samping bulan yang tak bernoda itu terlihat bintang leret tiga. Dion menamai ketiga bintang tersebut persis nama emak, adik, dan dirinya. Sedangkan bulan yang bersinar terang sendiri malam ini dinamakan Dion dengan nama bapaknya. Bapak yang telah bahagia walaupun tempatnya jauh dari ketiga bintang kecil yang posisinya berderet di langit malam ini.

Mereka keluarga kecil yang sangat menggantungkan cita-citanya di atas langit. Artinya, emak tidak akan membiarkan Dion dan adiknya sedikit pun kehilangan asa. Dulu, emak sering menyamakan mereka dengan benda-benda di langit. Kebiasaan itu membuat Dion berlari melihat langit pada tanggal lima belas bulan Jawa malam ini.

Dion sering bicara sendiri dengan ketiga bintang tersebut. Terutama, bintang yang dia namakan seperti nama emaknya. Dulu, untuk bulan dan bintang, Dion mengatakan dengan kata-kata indah. Tapi, kali ini kata-kata yang sering diucapkan Dion pada bintang yang bernama seperti emak atau adiknya berubah.

Kalimat kebahagiaan seperti "Sambil memadankan bulan, kita hitung tubuhmu..." diganti dengan penyesalan, "Mak, tidak ada sesuatu yang lebih menyedihkan daripada melihat kesedihan di depan mata kita. Tetapi, kita tidak bisa berbuat apa-apa."

Dion membacakan puisi kepada bulan. Mempercantik suasana. Dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk emak, selain membahagiakan emak yang melebur dalam diri sang bintang. "Puisi memang tidak bisa dijual untuk menutup semua utang-utangmu, Mak. Namun, setidaknya tersenyumlah," begitu Dion menutup bacaan puisinya.

Dion teringat emak hendak pergi ke luar kota pagi tadi. Dengan wajah berkaca-kaca, emak pamit kepadanya. "Nak, emak minta uang lima belas ribu buat pergi ke Solo."

"Ada apa di Solo? Berangkatnya sama siapa, Mak?"

"Emak akan berangkat sendiri. Mau minta uang ke saudara buat bayar utang."

"Hutang apa? Berapa?" Dion mencoba bertanya. Siapa tahu dia dapat mencarikan uang. Siapa tahu emak bisa tidak jadi berangkat ke Solo. Sebab, kesehatan emak tidak terlalu baik akibat stroke tiga tahun lalu.

"Lima juta," jawab emak dengan berat. Seberat perkataannya yang tidak sanggup menyelesaikan satu pertanyaan Dion lainnya, buat apa?

Tidak puas dengan puisi, Dion mengambil gitar. Bernyanyi menghibur emak di wajah bintang. Raut wajah bintang yang bernama emak itu tidak berubah. Tetap bersinar kecil dengan harapan yang kecil pula. Kelakuan bintang tersebut sama seperti emak yang kali ini harus menggantungkan nasibnya tidak pada tangannya sendiri.

Dion tahu emak tidak biasa menggantungkan diri kepada orang lain. Sekalipun, orang lain tersebut masih tergolong kerabat dekatnya. Dion sangat yakin emak sedang tersudut oleh keadaan. Selama ini, Dion tidak pernah sekali pun mendengar keluhan emak. Baru kali ini emak mengatakan ketidakberdayaannya kepada Dion.

Emak pasti bingung. Sangat tersudut. Dion sebagai anak pertama ingin membantu. Tapi, dia belum mendapatkan pekerjaan apa-apa selepas SMA. Dengan kata lain, tidak ada penghasilan sama sekali.

Kesedihan emak menjadi milik Dion pula. Namun, dia tidak punya hak bicara walaupun ingin bicara. Sebab, yang dibutuhkan emak sekarang adalah lunas dari utang-utangnya, bukan hanya pembicaraan. Lidah Dion serasa kelu. Menahan perasaan-perasaan dilematis antara hendak membantu dengan posisi sadar dirinya yang tidak dapat membantu apa-apa.

Dion takut memperburuk keadaan apabila bicara. Dion memilih diam sambil memetik satu pelajaran, yakni bicara tidak cukup hanya bermodal kepandaian.

Kesedihan Dion menumbuhkan kerinduan pada sosok bapak yang telah lama tiada. Dia ingin bertemu sekejap saja dengan bapak untuk membicarakan emak yang dilanda kepedihan. Jika bapak ada, pasti tidak akan membiarkan emak tersakiti.

Setidaknya, jika tidak mampu juga, pasti bapak turut menemani emak berangkat ke Solo bersama. "Bapak tolong terangilah emak seperti bulan di tanggal lima belas." Mungkin malam ini Dion rela menunggu pertemuan dengan bapak di dalam mimpinya.

Sebelum berangkat ke peraduan, Dion melihat bintang berleret tiga lagi. Satu lagi bintang belum mendapatkan salam dari Dion. Dia lupa. "Selamat malam, Dik." Dion tersenyum. Melihat bintang yang dinamakan seperti nama adiknya itu memang membuat semua kesedihan Dion sirna entah ke mana.

Bintang tersebut satu-satunya yang dapat memaksa Dion tetap tersenyum. Sebab, dia tidak ingin melihat adiknya merasakan kesedihan seperti juga dirinya. Kehadiran bintang kecil itu mengingatkan Dion kepada adiknya. Adik yang selalu menjelma malaikat. Malaikat yang dapat melepaskan kesedihan-kesedihan keluarga.

Sekali lagi, "Selamat malam, Dik." Salam itu sekaligus menjadi pertanyaan besar bagi Dion. Anton nama adiknya. "Bagaimana caranya kau selalu bisa membuat selipan keceriaan tersebut, Dik?" Anton masih SMA, tapi sudah dapat menyelesaikan masalah yang rumit sekalipun.

Bapak, emak, dan Dion sedang berpikir menyelesaikan utang-utang emak. Namun, Anton membuat kebahagiaan terbina dalam diri keluarganya setiap sebelum tidur. "Dik, bagaimana bisa kau gagalkan emak pergi ke Solo pagi tadi?" gumam Dion. Utang itu masalah uang, bukan yang lain. "Lantas, dari mana kau dapatkan uang untuk menggagalkan emak pergi ke Solo?" tambahnya.

Pantaskah seorang kakak menyerahkan masalah kepada adiknya? Lepas tangan dengan persoalan keluarga. Bersikap tak acuh? Mungkin tidak bagi Dion. Dia tidak mungkin bisa melakukan hal tersebut.

Sejenak sebelum tidur, Dion mendengar pintu diketuk dari luar. Dia tidak ingin membangunkan emak. Emak sedang tidur setelah lepas dari utang-utangnya. Emak biasanya yang membukakan pintu. Barangkali Anton yang mengetuk pintu itu atau si penagih utang. Dion berlari mendahului kebiasaan emak membukakan pintu. Sebab, bagi Dion, emak harus tetap tidur nyenyak malam ini.

Terlihat di pintu, Anton berdiri menunggu seseorang membukakan pintu untuknya. Dion menghampiri adiknya dan membuat sinyal jangan berisik. "Emak tidur, Dik." Dion melihat ada sesuatu yang tidak biasa dengan diri Anton. Bukan disebabkan memar pukulan atau kemurungan di wajah Anton. Bukan itu.

Secara fisik, Anton masih terlihat seperti biasanya. Bahkan, terkesan sangat bergembira hari ini. Namun, Dion tidak melihat Anton pulang mengendarai sepeda motor warisan bapak. Dia menduga ada yang tidak beres dengan diri adiknya. Dia tidak ingin masalah kembali datang di keluarganya setelah masalah pagi tadi menghampiri emaknya. "Dik, mana motormu?"

Anton tidak menjawab dengan detail. Tapi, Dion menjadi tahu bahwa sepeda motor itu kini menjadi syarat pelunasan utang emak. Anton dapat mengambil sepeda motornya lagi jika sudah bisa mengangsur uang pinjaman dari jaminan sepeda motor itu. Dion terdiam. Ternyata, sepeda motor warisan bapak telah menolong keluarga kecil yang menggantungkan cita-citanya di langit.

Sebenarnya, Dion juga punya barang warisan yang seharusnya bisa dijual untuk membantu meringankan beban emak. Namun, dia tidak berpikir sejernih adiknya. Dion menyesal karena tidak melakukan seperti apa yang dilakukan adiknya. Dia merasa menjadi makhluk paling egois. Dia meminta maaf dalam hati kecilnya, lalu kembali ke kamar.

Dion menulis kejadian tersebut di sebuah buku pribadi. Dia sangat malu dengan kebijaksanaan yang telah dilakukan adiknya. Dia ingin segera meninggalkan rumah. Tapi, dia tahu, meninggalkan emak sendirian di rumah bukan perbuatan anak saleh.

Dion berpikir keras tentang apa yang bisa diperbuatnya. Sesuatu yang bisa dilakukan sebagai seorang kakak. Apalagi, setelah pergi bukan menjadi solusi lagi. "Mak, tidak ada sesuatu yang lebih menyedihkan daripada melihat kesedihan di depan mata kita. Tetapi, kita tidak bisa berbuat apa-apa."

Akhirnya, Dion tahu apa yang harus dia kerjakan esok hari. Dia akan turut membantu mengembalikan barang warisan bapak di tangan adiknya. Esok Dion bakal mencari kerja. (*)mr-Penulis adalah pelajar SMA GIKI 2, Surabaya

Kamis, 05 Februari 2009

Metode Menghafal Alquran yang Mudah dan Menyenangkan


Masagus A Fauzan
Pengajar Tahfizh Alquran Sekolah Daarul Quran Internasional Tangerang

Akhir-akhir ini ada perkembangan yang cukup menggembirakan dengan tumbuhnya lembaga-lembaga kealquranan. Baik kecil maupun besar, baik swasta maupun yang memiliki keterkaitan dengan pemerintah setempat. Statistiknya menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan.

Begitu juga sekolah-sekolah umum unggulan yang berbasis Islam (biasanya menggunakan istilah "Islam Terpadu", seperti SDIT), menggunakan tahfizh (hafalan Alquran) sebagai salah satu program unggulan dan menjadi core kompetensinya. Tentu saja, ini merupakan suatu perkembangan yang positif, terutama dalam upaya memelihara otentisitas Alquran.

Bercermin kepada para ilmuan Muslim di zaman keemasan Islam, seperti Imam Syafi’i, Ibnu Sina, dan seterusnya, mereka adalah ilmuan Muslim yang berpijak di atas pondasi tahfizh yang kuat. Imam Syafi’i, seorang pendiri mazhab Syafi’iyyah yang cukup berpengaruh di Indonesia, telah hafal Alquran sejak usia tujuh tahun. Begitu juga Ibnu Sina, seorang pakar kedokteran, sudah hafal Alquran sejak usia sembilan tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa tahfizh Alquran sangat penting sebagai pondasi keilmuan di bidang agama dan ilmu lainnya. Ulama terdahulu mensyaratkan hafalan Alquran sebagai awal pembelajaran sebelum mempelajari ilmu-ilmu lain.

Sungguh disayangkan, masih banyak orang tua di masa sekarang yang kurang memperhatikan tahfizh Alquran untuk anak-anaknya. Padahal, harus diakui bahwa yang paling siap untuk melakukan kajian-kajian keilmuan, khususnya kealquranan adalah siswa yang hafizh. Disamping itu, hafalan Alquran akan memberikan energi positif dalam konteks pengamalan ilmunya. Indikasi ini bisa dilihat dari sosok ilmuan Muslim generasi keemasan Islam di atas.

Seorang siswa yang hafizh merupakan orang yang paling siap melakukan kajian-kajian kealquranan tersebut. Jika diibaratkan sebuah peperangan, para hafizh itu telah menguasai medan dan tinggal mengatur strategi.

Jika alasan para orang tua bahwa menghafal Alquran itu pekerjaan berat, sulit dan hanya menjadi beban pikiran, asumsi ini tidak sepenuhnya benar. Sebagaimana firman Allah, ''Dan sungguh Kami telah mudahkan Alquran untuk dihafal, tinggal adakah yang ingin menghafalnya?'' (QS. Al-Qamar: 4).

Untuk membuktikan bahwa tahfizh Alquran itu memang mudah, kini sudah ditemukan metode Quantum Tahfizh, sebuah metode menghafal Alquran yang mudah, cepat dan menyenangkan. Metode ini telah diujicobakan sendiri oleh penulis selama mengajar di Sekolah Daarul Quran Internasional (SDQI).

Metode Quantum adalah kegiatan menghafal dengan melibatkan kekuatan otak kiri dan otak kanan seperti metode potret, TTS (Teka-Teki Silang), titian ingatan, system cantol, audio (mendengar musik Alquran), shalat li hifzhil Qur’an (membaca di dalam shalat).

Dalam metode Potret atau Gambar, menghafal Alquran dilakukan dengan menghafal ayat sepotong demi sepotong. Kemudian teks ayat tersebut dihapus untuk dihafal. Caranya dilakukan berulang-ulang hingga lancar sama seperti kita memotret suatu gambar. Dapat juga dilakukan dengan cara menyambung atau menggaris titik-titik yang tersedia. Persis seperti pelajaran menggambar burung waktu di TK.

Sedangkan metode TTS, sama seperti ketika kita mengisi kolom TTS dimana telah tersedia alat bantu huruf di depan, di tengah atau di akhir. Demikian juga dengan menghafal Alquran, caranya cukup dengan mengikuti petunjuk alat bantu ayat di depan, di tengah dan di akhir ayat untuk mengingat ayat berikutnya. Metode ini dapat juga dilakukan dengan cara memahami arti suatu ayat.

Selain itu untuk memudahkan siswa menghafal Alquran, di SDQI sedang dikembangkan cara belajar menghafal satu hari satu ayat. Namun bukan sembarang menghafal. Setelah menghafal satu ayat, siswa ditugaskan untuk memahami arti ayat yang dihafal dan mengambil intisari dari ayat tersebut.

Dengan cara seperti ini, siswa merasakan pengalaman menghafal Alquran yang enjoy, fun, dan penuh makna. Bahkan para siswa akan cepat menangkap pesan dan kesan dari ayat-ayat yang dihafalnya. Hal ini dikarenakan metode Quantum Tahfizh ini dikembangkan berdasarkan multiple intelligences (kecerdasan majemuk) pada diri manusia, antara lain cerdas visual (cerdas rupa), cerdas auditori (cerdas pendengaran), kecerdasan verbal-linguistik (kecerdasan bahasa), kecerdasan kinestetik (cerdas memahami tubuh), cerdas interpersonal (cerdas sosial), dan cerdas logis-matematis.

Dengan metode seperti ini, tidak ada alasan lagi bagi siswa untuk tidak menghafal Alquran. Paling minimal, siswa SD harus sudah menghafal surah-surah pendek pada juz Amma, juz terakhir, sebagai bekal kelak menjadi imam shalat.mr-republika

Ujian Nasional


Belum saatnya hasil UN digunakan sebagai acuan dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri.

Siapa pun pasti menyetujui mutu pendidikan di Indonesia harus dikendalikan dan ditingkatkan. Kondisi ini mungkin yang mengantar pemerintah untuk melaksanakan Ujian Nasional (UN) untuk SMP dan SMA sederajat, serta Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD dan sederajat sejak 2005 silam.

UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan menengah. UN bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. ''Hasil UN antara lain digunakan sebagai pemetaan mutu satuan dan atau program pendidikan,'' ujar Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), Mungin Eddy Wibowo, belum lama ini.

Menurut Mungin, penyelenggara UN adalah BNSP bekerjasama dengan pemerintah, perguruan tinggi negeri (PTN), dan pemerintah daerah. Penyelenggaraannya dilaksanakan oleh UN tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan tingkat satuan pendidikan. Pelaksanaan UN untuk tingkat SMA dan Madrasah Aliyah (MA) akan dilaksanakan pada 20 hingga 24 April. Sedangkan ujian susulan pada 27 April hingga 1 Mei.

Mungin mengungkapkan, dana untuk penyelenggaran UN dan UASBN tahun ini mencapai sekitar Rp 376 miliar, kurang lebih sama dengan tahun lalu. Namun dana keseluruhan sekitar Rp 572 miliar, jika digabungkan dengan UN kesetaraan. ''Pemerintah akan berusaha menggratiskan kepada semua peserta UN yang jumlahnya tahun ini sekitar empat jutaan,'' tegasnya.

Mungin memastikan, Tim Pemantau Independen (TPI) tetap dilibatkan. Sebagai koordinatornya ditunjuk PTN sebagai Koordinator PT di provinsi yang bertanggungjawab membentuk tim kerja UN. Tim ini akan menetapkan tata kerja pengawasan penyelenggaraan UN, dan menunjuk PT yang bertugas pada kabupaten/kota. ''Dalam hal ini PT bertanggungjawab menjamin objektivitas dan kredibilitas pelaksanaan UN di wilayahnya, menjaga keamanan, dan kerahasiaan penggandaan, serta pendistribusian naskah UN,'' ungkapnya.

Menurutnya, PT akan melakukan pemindahan Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) dengan menggunakan perangkat lunak yang ditetapkan oleh BSNP serta memantau, mengevaluasi, dan melaporkan pelaksanaan UN di wilayahnya kepada Mendiknas melalui BSNP. Diharapkan ke depan, PT akan terlibat dalam penjaminan mutu di satuan pendidikan. ''Sehingga PT dapat menggunakan hasil UN ini sebagai salah satu acuan seleksi masuk ke perguruan tinggi,'' jelasnya.

Namun pengamat pendidikan Arief Rachman menyatakan, belum saatnya hasil UN digunakan sebagai acuan dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru di PTN. Dari segi konsep, menurutnya, Depdiknas masih harus menyempurnakan UN. ''Tak bisa kita kembangkan seperti yang sekarang. Sebab, memang betul UN meningkatkan mutu, tetapi dia tidak menjamin keadilan,'' ujarnya.

Penyempurnaan ini, kata Arief, dilakukan dengan memperbaiki rumus penghitungan tingkat kelulusan yang selama ini digunakan Depdiknas dalam UN. Yakni tidak hanya menggunakan nilai mentah saja, tetapi juga nilai rata-rata daerah. ''Saat ini yang terjadi anak-anak diuji dengan satu standar sama, ibaratnya dari Sabang sampai Merauke sama,'' ujarnya.

Pelaksanaan UN juga mendapat kritikan Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Soedijarto. Ia mengungkapkan, UN bukan alat ukur keberhasilan belajar dan etos belajar anak didik. UN hanya berguna sebagai alat ukur untuk mengetahui peta hasil belajar di Tanah Air karena disparitas mutu yang sangat tinggi di setiap daerah. ''Jadi sangat keliru jika ada pendapat bahwa UN dilaksanakan sebagai alat ukur keberhasilan proses belajar-mengajar,'' ujarnya.

Tanpa evaluasi melalui UN pun, kata Soedijarto, peta pendidikan di Indonesia sebenarnya sudah jelas, sekolah mana dan di mana yang harus dan perlu dibina. Menurutnya, pengenaan UN setiap tahun tidak akan memperbaiki mutu pendidikan karena yang dibutuhkan adalah evaluasi untuk pembinaan. ''Yang mendesak dilakukan guna memperbaiki mutu pendidikan adalah klarifikasi peta pendidikan, perencanaan pembinaan, dan melaksanakan pembinaan,'' ujarnya.

Perbaikan mutu pendidikan, ujar Soedijarto, akan terjadi jika seluruh elemen pendidikan dan aparat Depdiknas diberdayakan untuk aksi yang terus dievaluasi. ''Biaya tidak menjadi alasan. Biaya UN yang besar dapat dialihkan untuk program pembinaan,'' jelasnya.

Kalaupun UN tetap diadakan, menurutnya, sebaiknya hanya untuk siswa SMA saja dan hasilnya bisa dijadikan pegangan siapa saja lulusan SMA itu yang layak memasuki PT. Selebihnya, bisa mengambil jalur keterampilan.

Sedangkan untuk tingkat SD dan SMP, Soedijarto menyarakan tidak perlu diadakan tes semacam UN, karena mereka masuk kategori wajib belajar. ''Mutu dan keberhasilan pendidilan nasional itu bisa dilihat dari unsur pendidik atau guru, kualitas murid, sarana penunjang pendidikan, dan juga seringkali faktor manajemen sekolah,'' jelasnya.

Di Indonesia, kata Soedijarto, perbedaan antara faktor-faktor di atas cukup tinggi. Oleh karena itu jika pemerintah menyelenggarakan UN, sebaiknya hanya untuk mengetahui perbedaan mutu pendidikan atau peta keberhasilan pendidikan di setiap daerah. Setelah itu, barulah ditindaklanjuti dengan peningkatan mutu pendidikan pada setiap daerah yang dinilai masih lemah atau kurang.


Pelaksanaan UN 2008/2009

* SMA (20 hingga 24 April)
Jurusan IPA : Bahasa Indonesia, Biologi, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika dan Kimia.
Jurusan IPS : Bahasa Indonesia, Sosiologi, Bahasa Inggris, Matematika, Geografi dan Ekonomi.
Jurusan Bahasa : Bahasa Indonesia, Sejarah Budaya/Antropologi, Bahasa Inggris, Matematika, Sastra Indonesia dan Bahasa asing.
* Madrasah Aliyah (MA) : Bahasa Indonesia, Ilmu Kalam, Bahasa Inggris, Matematika, Ilmu Hadist dan Ilmu Tafsir.
* SMA Luar Biasa (20 hingga 22 April)
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika.
*SMK (20 hingga 22 April)
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika.
(Uji kompetensi keahlian dilaksanakan sebelum pelaksanaan UN)
*UN SMP/MTs/SMPLB (27 hingga 30 April)
Bahasa Indonesia, Matematika, IPA
*UASBN SD ( 11 hingga 13 Mei)
Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA.


Standar Kelulusan UN Dinaikkan

Pada tahun ajaran 2008/2009, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan kenaikan standar rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional (UN). Angka ini naik dari standar rata-rata sebelumnya, yaitu 5,25.

Selain itu, nilai minimal 4,00 ditetapkan paling banyak untuk dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. ''Kenaikan standar kelulusan ini akan memacu siswa untuk berprestasi,'' ujar Ketua BSNP Mungin Eddy Wibowo, kepada pers, belum lama ini.

Khusus untuk SMK, kata Mungin, nilai mata pelajaran kompetensi keahlian kejuruan minimal 7,00 dan digunakan untuk menghitung rata-rata UN. Menurutnya, pemerintah daerah dan satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai standar kelulusan.

Sementara Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD dan sederajat, kriteria kelulusannya ditetapkan oleh masing-masing sekolah. ''Peserta UN diberi Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) yang diterbitkan oleh sekolah/madrasah penyelenggara,'' jelasnya.

Mungin menambahkan, lantaran standar kelulusan dinaikkan, tahun ini pelaksanaan ujian ditambah waktunya, dari tiga hari menjadi lima hari. ''Sekarang lima hari, alasannya banyaknya keberatan dari masyarakat. Sehingga diputuskan tahun ini, setiap hari satu mata pelajaran,'' ujarnya.

Agar siswa tidak terganggu selama pelaksanaan UN, Mungin menjelaskan, para pejabat seperti gubernur, kepala dinas pendidikan, bahkan menteri tidak diizinkan masuk ke dalam ruang ujian pada saat UN. Yang dibolehkan masuk ke ruangan hanya pengawas ujian dan siswa peserta ujian. ''Orang lain termasuk pejabat dilarang masuk ke dalam ruang ujian pada karena akan mengganggu konsentrasi dan ketenangan siswa,'' ujarnya.

BSNP dan Tim Pemantau Independen (TPI), kata Mungin, juga dilarang masuk, kecuali ada kecurangan yang terjadi di ruang ujian tersebut. Itu pun harus seizin pengawas ruangan.

Menurut Mungin, aturan tersebut sudah disosialisasikan kepada pimpinan-pimpinan daerah sejak tahun lalu. Menurutnya, kalaupun ada pejabat daerah yang masuk ke ruangan pada saat UN, berarti pejabat tersebut belum mengerti standar prosedur operasional. ''Pejabat diperbolehkan masuk ke ruangan ujian pada saat ujian belum dimulai,'' ujarnya. endro yuwanto

Pengajaran Sastra Berdimensi Moral


Sudaryanto, Spd Guru Bahasa Indonesia MAN Yogyakarta III


Krisis moral tengah menjalar dan menjangkiti bangsa ini. Hampir semua elemen bangsa juga merasakannya. Pilkada yang ricuh, kasus korupsi anggota dewan, hingga tebar janjijanji politik menjelang Pemilu 2009. Mengapa seolah-olah bangsa ini, dari tahun ke tahun, tidak pernah sadar dan sesegera mungkin menyembuhkan dirinya? Justru sebaliknya, bangsa ini makin dijangkiti krisis moral yang makin ëakut' kondisinya. Mengapa demikian?

Dimensi moral erat kaitannya dengan dimensi watak. Setiap individu memiliki penilaian moral yang berbeda-beda. Itu pun tergantung watak dari tiap-tiap individu. Misalnya, seseorang dikatakan jujur ketika dirinya mempraktikkan watak kejujurannya di setiap waktu dan tempat. Ia tak memilihmilih waktu dan tempat, de ngan bermaksud riya' atau ingin dipuji orang lain. Artinya, kapan pun dan di mana pun, ia tetap berwatak jujur kepada Tuhan, orang lain, dan terutama, diri sendiri.

Pendek kata, krisis moral bisa diatasi dengan pembinaan watak. Dalam lingkup sekolah, misalnya, pembinaan watak dapat diterapkan melalui pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia (disingkat pengajaran sastra). Artinya, pengajaran sastra yang berdimensi moral. Namun, pertanyaannya, bisakah pengajaran sastra kita mengemban tugas suci nan berat itu? Jika ya, upaya apa-apa saja yang bisa dilakukan guru di kelas, agar nilai-nilai moral mudah dipahami oleh para siswa?

Sejatinya, pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai pintu masuk dalam penanaman nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral, seperti kejujuran, pengorbanan, demokrasi, santun, dan sebagainya, banyak ditemukan dalam karya-karya sastra. Baik puisi, cerita pendek, novel, maupun drama. Bila karya sastra itu dibaca, dipahami isi dan maknanya, serta ditanamkan pada diri siswa, saya yakin, siswa kita makin menjunjung nilai-nilai moral. Tapi kenyataannya?

Jujur diakui, siswa kita masih jauh dari sikap moral yang baik. Dari segi tindak tutur, mereka cenderung kasar dan tidak santun kepada gurunya. Dari segi akhlak (Islam), mereka berbuat pelanggaran, seperti merokok di bulan Ramadhan. Dari segi ketertiban, mereka suka membolos dari sekolah, jajan di waktu sembarangan, dan suka ugal-ugalan membawa kendaraan bermotor. Dalam bahasa pokrol, mereka berbuat a-moral. Ironisnya, perbuatan mereka cenderung merugikan diri sendiri dan orang lain.

Terkait itu, pembinaan watak siswa menjadi tanggung jawab semua elemen sekolah. Dari kepala sekolah, guru, pihak BK, OSIS, hingga siswa sendiri. Hanya saja, proses pembinaan watak bukanlah proses sekali jadi. Kita pun butuh waktu yang lama guna mengubah watak siswa yang awalnya amoral menjadi bermoral. Pengajaran sastra di sekolah mungkin dapat mengatasi hal tersebut. Namun, sungguh ironis, pengajaran sastra kita umumnya masih kurang greget karena masih menggunakan paradigma lama. Bahkan penyair senior, Taufiq Ismail mengata kan, siswa SMU Indonesia tidak satu pun ada buku wajib sastra yang dibaca. Arti nya, siswa SMU kita itu nol judul. Ban ding kan dengan negara lain yang buku sastra wajib bacanya berkisar 5 hingga 32 judul buku.

Jika kita bercermin pada masa lalu, di zaman AMS Hindia Belanda, siswa diwajibkan membaca buku sastra 25 judul bagi AMS Hindia Belanda-A dan 15 judul bagi AMS Hindia Belanda-B. Berarti kita mengalami penurunan! Padahal, kurangnya siswa belajar sastra justru mengaki bat kan siswa kita makin jauh dari nilai-nilai moral. Akibatnya, ketika mereka dewasa, mereka juga bertindak yang jauh dari nilai-nilai moral dan agama seperti yang terjadi dewasa ini.

Padahal, pengajaran sastra memiliki peran bagi pemupukan kecerdasan siswa dalam semua aspek, termasuk moral. Melalui apresiasi sastra, misalnya, kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual siswa dapat dilatih, serta dikembangkan. Siswa tak hanya terlatih untuk membaca saja mampu mencari makna dan nilai-nilai dalam sebuah karya sastra. Bukankah dalam setiap karya sastra terkandung tiga muatan: imajinasi, pengalaman, dan nilai-nilai?

Karena itu, apresiasi sastra yang baik seyogianya relevan dengan empat keterampilan berbahasa, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Jika itu terwujud, saya yakin, siswa dapat mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Dengan membaca karya sastra, diharapkan sejumlah nilai-nilai moral bisa dipahami, serta dipraktikkan siswa, baik di sekolah, rumah, maupun masyarakatnya.

Namun begitu, upaya di atas tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Saya kira, apresiasi sastra akan tumbuh bilamana guru Bahasa dan Sastra Indonesia juga menyukai sastra. Tapi, umumnya banyak guru yang kurang menyukai sastra. Bahkan, tak jarang guru hanya berbekal karya sastra yang ia peroleh pada saat mereka berkuliah (S1). Bahkan tak jarang pula, masih ada guru yang bingung memilih bahan ajar yang tepat, menyenangkan, dan bermanfaat bagi para siswanya.

Karena itu, saran yang mujarab ialah guru harus memiliki minat baca karya sastra yang tinggi. Dalam penyampaian materi pun dapat digunakan karya-karya populer yang dekat dengan kehidupan anak didik. Karya-karya populer atau bertema remaja yang diminati, misalnya, dapat menjadi pintu masuk untuk menikmati sastra. Begitu juga dengan sastra yang diterbitkan di koran, juga dapat digunakan. Mudah-mudahan apresiasi sastra dapat terwujud dan mengatasi krisis moral.mr-republika

Belajar di Sekolah


Belajar di Sekolah tanpa Rasa Takut


Hingga kini, sekolah masih terkesan melakukan pembiaran terhadap praktik bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Andra nggak masuk sekolah ya, "Andra pusing,’‘ kata Andra kepada ibunya sesaat sebelum berangkat sekolah. Ke luhan ini muncul setiap mendekati waktu berangkat sekolah. Andra adalah siswa kelas satu SMP di salah satu sekolah favorit di Jakarta. Sudah hampir dua pekan Andra berperilaku seperti itu. Ia menolak untuk berangkat atau pun masuk sekolah. Kalaupun sudah sampai sekolah, Andra ingin lekas pulang ke rumah. Ibunda Andra tak habis pikir.

Anaknya yang di SD dulu rajin ke sekolah, kini terlihat malas berangkat ke sekolah. Suatu ma lam, si ibu sadar bahwa Andra telah menjadi korban bullying di sekolahnya.Saat itu Andra menceritakan, di kantin sekolah ia sering dimintai uang oleh ka kak kelasnya. Jika tak memberi, ia diancam akan dipukul ramai-ramai.

Perilaku seperti Andra, ternya ta juga pernah dialami Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta. Ia mengaku pernah menjadi korban bullying semasa di sekolah. Meutia mengaku pernah tak disapa oleh rekan-rekan perempuan di kelasnya, merasa asing, sehingga berdampak tidak ingin sekolah lagi.

Di Indonesia, sejak lima tahun terakhir, gejala bullying di sekolah mulai menjadi sorotan media massa, meski aksi tersebut sudah terjadi sejak puluhan tahun silam. Istilah yang digunakan juga beragam. Dalam bahasa pergaulan, sering ada istilah gencet-gencetan, perploncoan, atau juga senioritas.

Masih banyak bentuk bullying yang tidak terlihat langsung, padahal dampaknya sangat serius. Misalnya, ketika ada siswa yang dikucilkan, difitnah, dilirik dengan pandangan sinis, dipalak, dan masih banyak lagi kekerasan lain yang termasuk dalam perilaku bullying.

Hingga kini, sekolah masih terkesan melakukan pembiaran terhadappraktik-praktik bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Bullying pun berimbas pada kekerasan yang melibatkan sekelompok pelajar. Munculnya geng siswi ‘Nero’ di Pati, Jawa Tengah, misalnya, atau berbagai kekerasan yang direkam dalam video amatir menunjukkan bahwa tak ada satu sekolah pun di Indonesia yang bebas dari bullying.

‘’Sampai saat ini, baru sekitar 0,001 persen sekolah yang mau benar-benar terapkan no bullying. Sisanya bahkan tak mau membuka pintu untuk pengetahuan dan cara-cara memberantas bullying,’‘ ujar Ketua Yayasan Semai Jiwa Amini (Sejiwa), Diena Haryana, usai pembukaan pelatihan program ‘Learn Without Fear‘, belum lama ini.

Menurut Diena, fenomena bullying ada di setiap sekolah dengan intensitas yang beragam dan sudah terjadi sejak lama. Namun kini, intensitas kekerasan semakin parah, hingga pada taraf penculikan atau pun menelan korban jiwa. ‘’Budaya kekerasan di sekolah belum bisa diubah. Banyak sekolah yang masih jaim dan tidak mau membuka diri,’‘ keluhnya.

Diena mengatakan, bullyingbahkan sudah membudaya turun temurun dari siswa senior kesiswa junior. Bahkan, beberapa penemuan di lapangan menunjukkan adanya keterlibatan gurudalam menciptakan bibit kekerasan tersebut.

Survei yang dilakukan oleh LSM Plan Indonesia dan Yayasan Sejiwa pada 2008 di tiga kota besar, yakni Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta menemukan, sekitar 67 persen dari 1.500 pelajar yang dijadikan responden pernah mengalami bullying di sekolahnya. Pelaku nya mulai dari teman, kakak kelas, adik kelas, guru, hingga preman yang ada di sekitar sekolah. Akibatnya, sekolah bukan lagi tempat yang menyenangkan bagi siswa, tapi justru menjadi tempat yang mena kutkan dan membuat trauma.

Bentuk-bentuk bullying yang ditemukan di sekolah mulai dari dipukul, ditonjok, ditampar, dihina, lirikan mengejek, julukan negatif, dicolek, dicium paksa, hingga alat kelamin diraba. Lokasi kejadian mulai dari toilet, kantin, halaman, pintu gerbang sekolah, bahkan di dalam ruang kelas.

Meski bullying ditemukan hampir di semua sekolah, hingga kini hanya 500 sekolah dari ribuan sekolah di seluruh Indonesia yang memiliki program nyata untuk menghilangkan bullying. ‘’Artinya, sekolah masih menganggap enteng bullying meski nyawa siswa kadang terancam,’‘ ujar Manajer Komunikasi LSM Plan Internasional di Indonesia, Paulan Aji Brata. Menurut Paulan, penerapan sistem anti-bullying memang masih merupakan hal yang asingbagi sekolah. Padahal, dengan sistem yang tepat, akan mereduksi potensi terjadinya bully ing. Paulan berharap, bullying dapat dihentikan atau diminimalisasikan di setiap sekolah. ‘’Kami yakin kebaikan akan membuahkan kebaikan baru, demi kian pula sebaliknya,’‘ ujarnya.

Sementara Magdalena Sitorus, Wakil Ketua II Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, rekap data KPAI melalui hotline service dan pengaduan mengenai kekerasan terhadap anak di sekolah pada 2007 menunjukkan, ada 555 kasus kekerasan terhadap anak, 11,8 persen di antaranya dilakukan oleh guru. Magdalena meminta pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional dapat mengeluarkan suatu kebijakan nasio nal agar pihak sekolah mengatasi bullying untuk melindungi anak-anak. ‘’Sehingga anakanak bisa belajar tanpa rasa takut,’‘ tandasnya. endro yuwanto.mr-republika

Selasa, 03 Februari 2009

Agar Dapat lulus Ujian Nasional

25 Langkah yang Harus Anda KetahuAgar Dapat Lulus Ujian Nasional

Kelulusan dalam ujian nasional tidak hanya ditentukan kesiapan dan kesigapan kita menjawab soal-soal ujian dalam waktu 120 menit. Butuh waktu dan persiapan mantap untuk dapat lulus dengan hasil terbaik . Dalam tulisan, penulis menyajikan tips persiapan dan juga tips menghadapi ujian di hari H. Kedua puluh lima langkah yang dituliskan berikut merupakan tips yang dapat Anda pratikkan denganmudah. Tips tersebut sebagian merupakan hal-hal sederhana yang kadang kala dilupakan. Langkah-langkah persiapan ujian ini dibagi menjadi 3 tahap sebagai berikut.A. Saat Ini hingga tiga hari menjelang hari H

1. Belajar dengan cara terbaik sesuai dengan gaya belajar Anda.

2. Perbanyak berkonsultasi dengan guru mata pelajaran dan berdiskusi dengan teman mengenai materi yang Anda rasa belum kuasai.

3. Ikuti kegiatan bimbingan belajar jika memungkinkan dari sisi waktu dan biaya.

4. Miliki panduan materi, soal-soal UN tahun sebelumnya, dan prediksi soal beserta pembahasannya.

5. Ikuti program persiapan belajar yang disiapkan oleh sekolah. Misalnya, bimbingan belajar sore hari.

6. Ikuti try out yang biasanya dilakukan lembaga bimbingan belajar atau Praujian yang biasa di programkan sekolah.

7. Berlatihlah menyelesaikan soal-soal UN atau soal prediksi UN dan periksa sendiri jawaban Anda dengan mencocokkan kunci jawaban yang biasanya tersedia.

8. Siapkan perlengkapan ujian yang Anda butuhkan, seperti pensil, mistar, dan penghapus.

9. Jaga kesehatan agar tetap fit dengan berolah raga dan mengonsumsi makanan bergizi.

10. Berdoa agar dapat lulu UN dan minta didoakan kepada orang tua dan keluarga dekat lainnya.

B. Tiga hari hingga satu hari menjelang hari H

11. Kurangi kegiatan belajar Anda, cukup mengulangi kembali beberapa materi yang Anda anggap perlu. Bahkan jika Anda sudah yakin menguasai materi pelajaran, hentikan saja kegiatan belajar Anda dan manfaatkan waktu untuk istirahat.

12. Bacalah dan ketahui dengan jelas aturan-aturan yang diberlakukan dalam seperti tata tertib pelaksanaan UN.

13. Perbanyak kegiatan hiburan dan kegiatan bersenang-senang lainnya sehingga perasaan Anda menjadi rileks dan tidak terbebani.

14. Pastikan Anda mengetahui jadwal mata pelajaran yang diujikan sehingga Anda betul-betul siap menghadapinya.

15. Periksa kembali perlengkapan belajar Anda. Jika ada yang belum lengkap segera lengkapi.

C. Pada hari H

16. Tidurlah lebih cepat dari biasanya agar fisik Anda prima dan tidak mengantuk saat ujian berlangsung.

17. Siapkan alat tulis menulis yang Anda siapkan pada saat ujian, kartus tes, papan pengalas, dan jam tangan (jika ada) sebelum tidur.

18. Bangun pagi-pagi. Jangan lupa sarapan dan meminta restu kedua orang tua sebelum berangkat ke sekolah.

19. Usahakan tiba di lokasi ujian paling lambat 30 menit sebelum ujian dimulai.

20. Jangan lupa membaca doa sebelum memulai menjawab soal.

21. Santai saja, jangan terbebani/tegang pada saat menjawab soal-soal ujian. Tanamkan optimisme dan kepercayaan diri bahwa Anda bisa menjawab dengan benar. Ingat ketegangan dapat membuyarkan konsentrasi Anda!

22. Jaga Lembar Jawaban Komputer Anda agar tetap bersih, tidak terlipat, jangan sama sekali di corat-coret.

23. Kontrol waktu Anda, jangan sampai waktu berakhir tetapi pekerjaan Anda belum selesai. Jika tidak memiliki jam tangan dan pengawas tidak menyampaikan, jangan ragu untuk bertanya kepada pengawas mengenai waktu yang masih tersisa.

24. Periksa kembali jawaban dan data diri Anda sebelum menyerahkan LJK ke pengawas. Pastikan bahwa data diri Anda (nama, nomor ujian, kode sekolah, dan lainnya) terisi dengan benar. Begitu pula pastikan bahwa semua soal telah terjawab.

25. Pastikan LJK Anda telah diterima pengawas sebelum meninggalkan ruangan ujian.


Jika Anda menganggap cara bisa dilakukan silakan dipratikkan. Selamat, semoga lulus ujian!