|
Sampai dengan pukul 22.00, data di Posko Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dan Posko Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Achmad Dahlan menunjukkan jumlah korban tewas mencapai 65 orang, 98 orang hilang, 52 orang cedera, dan 25 orang dirawat di Rumah Sakit Fatmawati. Sebagian besar korban yang tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Pada Jumat malam bau anyir tercium begitu menyusuri jalan di samping Kampus UMJ. Kawasan itu gelap karena aliran listrik dimatikan. Warga memakai ratusan lilin dan pelita yang dibuat dari botol bekas minuman ringan yang diletakkan di beberapa tempat untuk penerangan. Sementara itu, warga yang ingin membersihkan rumahnya masih kesulitan karena beberapa kali aliran air bersih dari PAM mati.
Jebolnya tanggul buatan Belanda tahun 1932-1933 ini menghancurkan perumahan warga di Kampung Poncol dan Kampung Gintung. Sekitar 300 rumah yang ada di wilayah itu rusak dan hancur. Sementara itu, banjir melanda Perumahan Bukit Pratama dan Perumahan Cirendeu Permai yang terletak di tepi Kali Pesanggrahan.
Meskipun lokasi Situ Gintung sendiri terletak di RW 11 Kampung Gunung, Kelurahan Cirendeu, kampung itu tak terkena empasan air. Kampung Gunung yang ditinggali 2.600 warga (700 keluarga) terletak di lokasi yang lebih tinggi ketimbang Kampung Poncol dan Kampung Gintung.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla atas nama pemerintah menyatakan belasungkawa kepada keluarga korban. Pemerintah menyatakan akan menyantuni semua korban dan membantu pembangunan rumah warga yang rusak.
Wapres Jusuf Kalla yang tiba di tempat kejadian sekitar pukul 10.00 langsung mengadakan rapat darurat di kantin UMJ bersama Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie dan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.
Kalla mengatakan, pemerintah segera membangun tanggul permanen dengan konstruksi yang lebih baik dan bisa dipertanggungjawabkan. Pemerintah juga akan melihat kemungkinan kembali penataan kawasan tersebut. Selain itu, juga akan dijajaki kemungkinan dilakukannya relokasi warga yang selama ini tinggal di kawasan padat di pinggir aliran sungai tempat saluran pembuangan Situ Gintung.
Presiden Yudhoyono yang baru kembali dari Bandung setelah berkampanye sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat kemudian menyusul ke lokasi. Kunjungan Presiden ke lokasi bencana sekitar 30 menit sebelum berangkat menuju lokasi kampanye di Serang, Banten.
Jebolnya tanggul Situ Gintung ini seperti tsunami karena air datang tiba-tiba. ”Suaranya bergemuruh besar sekali,” kata Cecep (63), warga Kampung Gintung.
Didi Sutardi (42), warga RT 01 RW 11 Kampung Gunung, menuturkan, sekitar pukul 02.00 dia sempat melintasi tepian tanggul yang belum jebol. Didi menyaksikan tiga warga tengah berupaya membersihkan salah satu pintu air dari sampah supaya aliran air lebih lancar.
”Saya lihat air danau tenang sekali, aneh. Biasanya beriak. Ini benar-benar tenang. Dan tepi danau sepi sekali enggak ada orang nongkrong. Biasanya di sini sampai dini hari selalu ramai. Mungkin karena malamnya hujan,” tutur Didi.
Saki Mulyadi (45) yang tinggal di dekat tanggul mengatakan, sejak pukul 22.00 ia mendengar suara bebatuan dan tembok tanggul rontok sedikit demi sedikit. Tanggul tiba-tiba pecah dan air bah keluar dari lubang selebar 70 meter. Ratusan rumah yang ada di sekitar tanggul yang terletak agak ke bawah langsung tersapu. Sebagian besar korban yang tewas dan hilang karena tak sempat menyelamatkan diri. Sebagian warga juga masih dalam keadaan tidur.
Di depan Masjid Jabarul Rohmah, air bah terbelah dua, tetapi tidak merobohkan masjid tersebut. Jembatan selebar satu meter yang biasa digunakan warga untuk menyeberang atau memancing ikan, dan biasa dilalui motor, ikut hilang terseret derasnya arus.
Akibat jebolnya tanggul, terlihat air situ yang kedalamannya mencapai 10 meter nyaris habis terkuras. Air hanya tersisa dalam cekungan kecil yang masih ada di dasar situ. ”Air datang cepat sekali. Saya sempat menggendong istri, tapi lalu terlepas kena terjang air. Saya hanyut, tetapi selamat. Istri meninggal sudah ditemukan,” kata Cecep.
Seperti juga warga lainnya, Cecep tak mengira tanggul akan jebol meski hujan turun deras sejak Kamis.
Johana (29), warga RT 01 RW 08 Kampung Gintung, mengatakan, banyak warga Kampung Gunung yang tinggal di bawah tanggul sudah tahu ada tanda-tanda banjir karena air sudah mulai menggenangi rumah warga. Warga pun mulai mengungsikan barang-barang mereka.
”Makanya sebagian besar warga Kampung Gunung selamat karena sudah tahu,” kata Johana.
Saderih (55), Ketua RW 11 Kampung Gunung, Cirendeu, mengatakan, sejak 10 tahun terakhir Situ Gintung sebenarnya mulai menunjukkan tanda-tanda rusak. Tanggul tampak mulai retak. Sekitar tujuh bulan lalu danau direhabilitasi dengan dikeruk. Namun, sebulan lalu, proyek itu berhenti meskipun belum selesai.
”Warga sempat protes karena baru dikeruk doang, belum dipasang turap dan konblok. Saya enggak tahu alasannya kenapa dihentikan. Padahal, dua pintu air yang rusak juga belum dibetulkan. Tanggul pintu air utama yang juga retak-retak itulah yang sekarang akhirnya jebol,” kata Saderih.
Tanggul pintu air utama yang jebol itu diperkirakan selebar 15 meter. Menurut Saderih, tanggul itu sudah sangat tua dan diperkirakan sudah sejak zaman Belanda. Di sisi kanan dan kiri tanggul pintu air utama itu terdapat dua pintu air yang juga tak berfungsi. Pintu-pintu air itu mengalirkan air dari danau ke Kali Pesanggrahan.
Sekitar pukul 18.00 pencarian dihentikan karena kondisi gelap gulita dan angin kencang, serta gerimis mulai turun. Pencarian akan dilanjutkan pada Sabtu pagi. Lokasi bencana dikerumuni warga hingga petang. Hal itu menyulitkan proses evakuasi jenazah dan logistik bantuan yang harus melalui jalan-jalan kecil.
Keluarga yang kehilangan anggota keluarganya mendaftarkan nama-nama yang dicari di Posko PMI, baik yang bertempat di UMJ maupun STIE Achmad Dahlan. Adapun beberapa jenazah yang telah dikenali dimakamkan hari Jumat sore. Sebanyak sembilan jenazah dimakamkan dalam satu liang lahat di Raudatul Jannah, di belakang STIE Achmad Dahlan, pukul 17.00.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar