Senin, 17 November 2008

Mendongkrak Prestasi Matematika

Mendongkrak Prestasi Matematika


Phobia matematika masih kerap menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA, bahkan hingga perguruan tinggi.

Beberapa tahun lalu, hasil penelitian The Third International Mathematic and Science Study Repeat (TIMSS-R) menyebutkan bahwa di antara 38 negara, prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 34 untuk matematika. Sementara, hasil nilai matematika pada ujian nasional, pada semua tingkat dan jenjang pendidikan selalu terpaku pada angka yang rendah.

Keadaan ini tentu sangat ironis dengan kedudukan dan peran matematika untuk pengembangan ilmu dan pengetahuan. Pasalnya, matematika merupakan induk ilmu pengetahuan. Tapi, ternyata matematika hingga saat ini belum menjadi pelajaran yang difavoritkan.

Rasa takut terhadap pelajaran matematika alias phobia matematika masih kerap menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA, bahkan hingga perguruan tinggi. Padahal, matematika bukan pelajaran yang sulit. Dengan kata lain, sebagaimana dituturkan oleh ahli matematika ITB Iwan Pranoto, setiap orang bisa bermatematika.

Menurut Iwan, masalah fobia matematika kerap dianggap sangat krusial dibandingkan bidang studi lainnya karena sejak SD bahkan TK, siswa sudah diajarkan matematika. Kalau fisika, baru diajarkan di tingkat SMP. Karena itu, fobia fisika menjadi tidak begitu krusial dibandingkan matematika. Apalagi Kimia yang baru diajarkan ketika tingkat SMA.

Agar matematika menjadi menarik, banyak hal penting yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah faktor kreativitas guru. Yakni, kreativitas guru dalam menyampaikan materi atau kreativitas dalam hal menyajikan materi matematika pada murid-muridnya. Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dirjen PMPTK) Depdiknas Baedhowi menyatakan, para guru dituntut lebih kreatif dalam mengajar untuk menumbuhkan minat belajar para siswa.

Guru, kata Baedhowi, juga dituntut kreatif mengembangkan kemampuan mengajar dan mengembangkan pedagogik dalam proses pembelajaran. Wawasan guru juga diharapkan tidak terjebak pada buku teks semata. '''Jiwa enterpreneurship yang dimiliki oleh seorang guru bukanlah enterpreneurship seperti seorang pengusaha, tetapi terkait kreativitas,'' ujarnya.

Menurut Baedhowi keterampilan seperti memasak dan membuat alat peraga pendidikan yang sederhana merupakan contoh nyata sebuah kreativitas. Guru-guru membuat alat peraga sederhana, lanjut dia, adalah bentuk suatu kreativitas. ''Jadi, yang namanya belajar tidak harus beli alat dari pabrik, tetapi bisa bikin sendiri. Bejana berhubungan bisa dibikin sendiri. Untuk menjelaskan pelajaran matematika dapat menggunakan lidi,'' jelasnya.

Bila guru kreatif dalam cara mengajarnya, kata Baedhowi, kemungkinan besar matematika yang diajarkannya tersebut akan menarik bagi siswa. ''Tak lagi ditakuti apalagi dibenci,'' tegasnya.

Selain itu, untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas guru matematika, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) bekerja sama dengan Netherlands Education Support Office (Neso) memberikan beasiswa Program Master (S2) ke Belanda. Beasiswa diberikan bagi dosen dan calon dosen baru (CTAB) yang berkualifikasi Sarjana Pendidikan Matematika atau Matematika, serta guru Matematika sekolah.

Lebih khusus lagi, program yang diprakarsai oleh tim Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ini ditujukan untuk pengembangan double degree tingkat master di bidang Pendidikan Matematika Realistik atau Terapan. Kerja sama ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman bersama (MoU) antara Direktur Ketenagaan Ditjen Dikti Depdiknas Muchlas Samani dengan Direktur Neso Indonesia Marrik Bellen, pada Kamis (30/10). Hadir menyaksikan penandatanganan MoU Direktur Jenderal Dikti Depdiknas, Fasli Jalal.

Fasli mengatakan, para penerima beasiswa akan mendapatkan pengalaman satu tahun belajar di Belanda dan setelah lulus akan mendapatkan ijazah internasional. Dia berharap, dengan kerja sama ini maka pendidikan guru dan dosen matematika di Indonesia akan makin meningkat mutunya. ''Setara dengan di luar negeri,'' katanya.

Muchlas menyampaikan, pada 2008 sebanyak 15 orang akan mendapatkan beasiswa penuh dari Neso dan Ditjen Dikti. Dia menjelaskan, program ini akan dilaksanakan selama dua tahun dan dua bulan. Perkuliahan dilaksanakan selama delapan bulan di Indonesia yakni di Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Sriwijaya Palembang, serta selama satu tahun di University of Utrecht Belanda. ''Selanjutnya, mahasiswa akan melakukan penelitian selama enam bulan di Indonesia,'' katanya.

Adapun persyaratan untuk mendapatkan beasiswa adalah warga negara Indonesia, Pendidikan minimal S1 Pendidikan Matematika atau Matematika dengan IPK mimimal 2,75 dan memiliki pengalaman kerja di bidang matematika minimal dua tahun di institusi terakhir atau telah ditunjuk secara formal oleh rektor menjadi pengajar di institusi yang bersangkutan sebagai CTAB.

Syarat lainnya adalah bersedia mengikuti dan menyelesaikan seluruh perkuliahan selama menerima beasiswa, memiliki kemampuan bahasa Inggris yang cukup baik (ITP TOEFL minimal 450), kondisi kesehatan yang baik, tidak menempuh studi di luar negeri dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Usia tidak lebih dari 40 tahun untuk pria, dan 45 untuk wanita per 1 Desember 2009. Batas akhir registrasi pada 31 Desember 2008.

Formulir pendaftaran dapat diunduh di laman www.pmri.or. id. ''Gelar yang diterima nanti adalah Master of Science (MSc) dalam bidang pendidikan matematika,'' cetus Muchlas.

Sementara, Fasli berharap dengan adanya program tersebut, akan memperkuat program studi matematika realistik di Indonesia. ''Kualitas lulusannya internasional dan memiliki standar untuk mengajar di sekolah-sekolah berstandar internasioal,'' tegasnya.


Jawara di Kompetisi Matematika

Secara keseluruhan, prestasi siswa-siswa Indonesia di bidang matematika mungkin masih dinilai rendah. Namun di level internasional, beberapa siswa terpilih justru menunjukkan diri mampu berprestasi maksimal di bidang matematika sepanjang tahun 2008.

Yang paling terbaru, para siswa Indonesia berhasil meraih tiga medali emas, 16 medali perak, dan 30 medali perunggu pada ajang Kompetisi Matematika Internasional atau International Mathematic Competition (IMC) 2008 yang diselenggarakan di Chiang Mai, Thailand pada 25 hingga 30 Oktober 2008.

Hasil peroleh medali itu menempatkan Indonesia pada posisi tiga setelah Cina dan Taiwan. Peringkat Indonesia berada di atas tuan rumah Thailand. IMC 2008 diikuti oleh 580 siswa dari 25 negara. Pada ajang ini, Indonesia mengirimkan sebanyak 38 siswa dan sebanyak 36 siswa berhasil meraih medali.

Sebelumnya, para siswa Indonesia juga memperlihatkan prestasinya di kancah internasional. Ketika, mereka berhasil merebut lima medali emas, dua perak, dan tiga perunggu dalam 12th Po Leung Kuk Primary Mathematics World Contest (PMWC) di berlangsung Hongkong pada 12 hingga 16 Juli 2008.

Para siswa Indonesia pada 10 hingga 22 Juli 2008 lalu melalui Tim Olimpiade Matematika Indonesia juga meraih medali perak, dan dua perunggu, serta dua penghargaan 'honorable mention' pada International Mathematics Olympiad (IMO 2008) yang berlangsung di Madrid, Spanyol.

Agaknya, pembelajaran dan pelatihan yang diperoleh para peserta kompetisi dan olimpiade ini bisa diterapkan kepada seluruh siswa di Indonesia untuk mendongkrak prestasi matematika secara keseluruhan.mr-republika

Tidak ada komentar: