Selasa, 13 Januari 2009

Menggali Hikmah 1 Muharram 1430 H

Makmuri Muchlas

Guru Besar UGM dan Tenaga Profesional Lemhannas RI


Pada awal pergantian tahun Hijriyah ini menjadi Muslimin Indonesia, setelah peristiwa 11 September di Amerika Serikat, ada kebanggaan tersendiri karena negara-negara maju menganggap praktik Islam di Indonesia cukup moderat. Diharapkan ke depan Indonesia bisa menjadi World Islamic Centre yang bisa mengembalikan citra Islam sebagai agama perdamaian, bukan sebagai sumber radikalisme yang kebetulan dimanfaatkan oleh para teroris Muslim.

Tapi ada kenyataan lain bahwa di Indonesia ada praktik Islam radikal yang meskipun jumlahnya sangat kecil, gerakannya cukup merepotkan pemerintah dan kita, kaum Muslimin moderat. Seolah-olah kelompok mereka mendominasi kita, mayoritas umat Islam. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Tidak lain karena mayoritas umat Islam di samping tersita waktunya untuk bekerja memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga, mereka menggunakan sisa waktunya untuk beribadah yang bersifat transcendental (hablum minallaah) dan untuk istirahat. Ibadah yang bersifat muamalat (hablum minannaas), yaitu ikut memperjuangkan kemaslahatan masyarakat dan mempertahankan citra Islam sebagai agama perdamaian yang jauh dari radikalisme, baru aktivitas individual dan sporadis.

Penulis teringat dengan kunjungan imam besar Masjid New York ke Indonesia, Syech Feisal Abd Rauf, pengarang buku terkenal What's Right with Islam is What's Right with America. Ketika ke sini beliau berkomentar bahwa Muslimin Indonesia telah cukup tinggi kualitas ibadahnya dalam berhubungan dengan Allah, tetapi masih kurang kualitasnya dalam berhubungan dengan sesama manusia, yaitu dalam bentuk muamalatnya.

Komentar tersebut memang sangat nyata sehingga kita umat Islam Indonesia harus siap berubah, meningkatkan amal baik untuk seluruh umat Islam yang membutuhkan pertolongan pada khususnya, dan seluruh umat manusia pada umumnya. Sudah seharusnya umat Islam khususnya di Indonesia yang memimpin manusia di bumi ini, seperti yang disebutkan dalam surat Albaqarah ayat 30: ''Sesungguhnya Aku hendak menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi''.

Menjadi pemimpin perubahan
Menjadi pemimpin modern sekarang ini tidaklah mudah. Keberhasilannya diukur dari kemampuan pemimpin tersebut mengatasi perubahan-perubahan yang telah dan akan terus terjadi karena adanya pengaruh lingkungan eksternal (nasional, regional, dan global). Oleh karena itu, kita kaum Muslimin Indonesia mulai 1 Muharram 1430 H harus mampu berubah secara bertahap menghadapi perubahan tersebut di atas.

Kemampuan manajerial kita harus ditingkatkan sesuai dengan level kepemimpinan kita masing-masing. Sebagai Muslim, kita harus bisa berubah secara bersama dalam kaitan dengan ibadah muamalah. Sekarang harus bisa kita kerjakan dan sosialisasikan amal makruf nahi munkar, harus bisa kita tingkatkan kemampuan kita dalam manajemen perubahan.

Mulai sekarang kita masing-masing menjadi pemimpin, dalam tingkatan apa pun dari kedudukan/jabatan sosial kita dan kita harus dapat mempertanggungjawabkan kepada Allah SWT, kualitas kepemimpinan kita tersebut. Menjadi pemimpin perubahan telah lama diperintahkan Allah dan Nabi kita.

''Sesungguhnya Allah tidak mengubah nasib suatu bangsa, kecuali bangsa itu sendiri yang memperjuangkan perubahan tersebut'' (Ar Ra'du: 11 ). ''Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinanmu.'' ( Hadis).

Mengembalikan moralitas Islam
Dunia Islam telah mengalami, dalam waktu yang cukup panjang, suatu hubungan yang saling mencurigai dengan AS di bawah Pemerintahan Bush. Meskipun pernyataan Bush bahwa perangnya terhadap teroris dan terhadap negara-negara pendukungnya tidak ditujukan kepada Islam dan para pemeluknya, kenyataan di lapangan bisa sangat berbeda.

Standar ganda AS dalam membela sekutu-sekutunya, khususnya Israel, telah membuat kemarahan umat Islam dan negara-negara Islam menjadi meningkat dan memperuncing hubungan mereka dengan AS dan sekutu-sekutunya. Menghadapi kepemimpinan Obama di AS yang akan lebih bersahabat dengan dunia Islam, maka tibalah saatnya bahwa kita pun khususnya Muslimin Indonesia yang telah dan akan dinilai sebagai pusat kaum Muslimin moderat di seluruh dunia, mempersiapkan diri secara mental dan perilaku untuk bekerja sama dengan negara adidaya ini yang kebetulan presidennya memiliki hubungan emosional dengan Indonesia.

Obama mengakui dirinya pernah jadi anak Indonesia dengan segala pengaruh kulturnya. Kita juga mengetahui bahwa kultur Indonesia itu merupakan blended culture antara pengaruh Islam dan kebudayaan setempat.

Kesempatan inilah yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh umat Islam Indonesia untuk meningkatkan kerja sama. Kita harus bisa menunjukkan moralitas yang tinggi sebagai dasar kerja sama yang saling memercayai, tidak hanya dengan negara-negara maju termasuk AS, tetapi negara-negara berkembang lainnya.

Dengan moralitas yang tinggi pasti akan dicapai kerja sama dunia yang penuh keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan. Jika ditelusuri pada perintah Nabi, seharusnya moralitas kaum Musliminlah yang tertinggi karena menjadi Muslim itu harus bisa memperbaiki moralitas orang-orang lain dan masyarakatnya. Seperti tugas yang diberikan Allah kepada Nabi yang terekam dalam sebuah Hadis: ''Saya diutus Allah ini utamanya untuk meningkatkan akhlak/moralitas manusia.'' mr-republika

Ikhtisar:
- Kaum Muslim di Indonesia masih kurang dalam mengembangkan muamalat.
- Muslim di seluruh dunia perlu menunjukkan moralitas yang tinggi sebagai dasar kerja sama yang saling memercayai dengan komunitas lain.

Tidak ada komentar: