UNTUK bisa tumbuh secara sehat, anak-anak tidak cukup hanya mendapatkan makanan, olahraga, dan rumah yang baik. Mereka juga butuh cinta tanpa syarat dari orangtuanya.
“Ngapain coba bokap gue nyeramahin orang tiap hari? Dia itu kolektor film porno, selemari penuh...” ujar seorang remaja berusia 17 tahun yang positif mengidap HIV. Sebutlah namanya Boy, telah berhubungan seksual sejak usia 13 tahun. Sudah tak terhitung jumlah perempuan yang pernah berhubungan dengannya, tak terhitung pula sudah berapa kali ia melakukannya.
Mengapa Boy melakukannya? Ia mengaku bosan, muak, kecewa, dan marah dengan sikap orangtuanya yang menurutnya terlalu munafik. Sebagai ahli dakwah yang populer dan sering muncul di TV, ayahnya menanamkan peraturan agama secara kaku dan ketat kepada anak-anaknya sejak kecil.
Di sisi lain Boy melihat ayahnya di rumah tiap hari menonton film-film porno, sendirian. Sementara si ibu tipe perempuan yang lemah dan tunduk patuh sepenuhnya pada suami. Boy kecewa kepada ayah dan ibunya, yang dinilainya hanya bisa memerintah, memerintah, dan memerintah.
Ada lagi Ike, sebutlah begitu namanya. Sebagai anak keluarga berada, dia dengan mudah mendapatkan semua yang diinginkannya. Ke sekolah diantar sopir dengan mobil pribadi yang mewah, uang saku tak terbatas, apa pun bisa dibelinya.
Nyatanya Ike tumbuh sebagai anak yang gelisah, kesepian, dan sangat longgar dalam urusan moral. Orangtuanya hampir tak pernah berkomunikasi dari hati ke hati dengannya. Mereka sibuk, jarang di rumah, tetapi melimpahi anak dengan harta.
Mental dan Fisik
Boy dan Ike adalah contoh betapa sebagai anak mereka tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan untuk tumbuh sehat. Namun, boleh jadi ayah dan ibu mereka tidak menyadari bahwa apa yang terjadi pada anak-anak tersebut merupakan dampak dari ketidaktahuan atau keteledoran orangtua.
Sebetulnya banyak sekali kebutuhan anak-anak untuk bisa tumbuh sehat. Dari segi fisik anak-anak sejak dalam kandungan membutuhkan:
- nutrisi yang baik dan sesuai kebutuhan
- istirahat dan tidur yang cukup
- olahraga sesuai takaran
- imunisasi sesuai kebutuhan
- lingkungan tinggal yang sehat
Boleh jadi semua orangtua yang membeli tabloid gaya hidup sehat ini bisa memenuhi kebutuhan fisik seperti di atas. Meski demikian, dengan terpenuhinya kebutuhan fisik tersebut belum berarti anak-anak akan tumbuh sehat jika kebutuhan untuk memiliki mental yang sehat tidak terpenuhi.
Kebutuhan itu antara lain:
- cinta tanpa syarat dari ayah, ibu, dan keluarga
- memiliki kepercayaan diri dan rasa harga diri (self esteem) yang tinggi
- punya kesempatan bermain dengan anak-anak lain
- mendapat dorongan dan dukungan dari guru dan orang-orang yang mengasuhnya
- tinggal di lingkungan yang aman dan terlindung
- adanya pedoman dan disiplin yang jelas
Cinta Tanpa Syarat
Mengacu pada Asosiasi Kesehatan Mental Nasional, Amerika Serikat, cinta, rasa aman, dan penerimaan harus menjadi “jantung” bagi setiap keluarga. Anak-anak perlu tahu bahwa cinta orangtua tidak tergantung pada prestasi anak-anak. Kesalahan dan/atau kekalahan harus diterima. Dengan demikian, rasa percaya diri akan tumbuh di rumah yang penuh dengan cinta dan perhatian tanpa syarat.
Banyak orangtua tanpa sadar sering membuat anak merasa tidak diterima dan tidak disayang karena prestasi, sikap dan perilaku, atau kondisi fisiknya tidak sesuai harapan orangtua. Akibatnya, banyak anak yang kemudian lari mencari kompensasi atau melakukan tindakan penghukuman terhadap sikap orangtuanya.
Bagaimana dengan soal menumbuhkan kepercayaan diri dan self esteem yang tinggi pada anak-anak?
Sangat disarankan orangtua memberikan dorongan bagi anak untuk mengenal dan mempelajari hal-hal baru, serta menumbuhkan hasratnya untuk mengeksplorasi lingkungan. Keterlibatan, komunikasi aktif, dan perhatian orangtua akan menumbuhkan kepercayaan dan harga diri anak.
Orangtua pun perlu memahami bahwa anak butuh tujuan yang realistis, sesuai ambisi dan kemampuan masing-masing. Dengan bantuan orangtua, anak dapat memilih aktivitas yang bisa mengembangkan kemampuan dan kepercayaan dirinya.
Sikap jujur orangtua merupakan tonggak bagi anak. Karena itu, bersikaplah jujur pada anak, tidak perlu menyembunyikan kegagalan Anda dari mata mereka, sebab anak perlu belajar pula bahwa orangtua bukanlah manusia yang sempurna.
Sebaliknya, jika anak mengalami kegagalan, orangtua tidak diharapkan bersikap kasar, sinis, sarkastis, menghakimi, atau menyalahkan. Yang dibutuhkan anak adalah penerimaan dan dorongan yang mampu membesarkan hati mereka untuk bisa bangkit.
Pedomannya Jelas
Boy begitu kecewa dan marah kepada ayahnya, figur yang menanamkan nilai-nilai moral dan disiplin keras kepadanya. Ia kecewa karena ayahnya tidak konsekuen. Di satu sisi ia sosok yang menanamkan hal-hal baik, di sisi lain ia melakukan apa yang ditabukan kepada anaknya. Si anak jadi bingung, mana pedoman yang harus dipegangnya, omongan atau perbuatan ayahnya?
Anak-anak, sebagai anggota keluarga, perlu belajar tentang peraturan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam keluarga. Peraturan dan nilai-nilai itu sendiri harus jelas, adil, konsisten, dan konsekuen dijalani oleh orangtua yang menegakkannya.
Anak-anak pun perlu tahu bahwa setiap anggota keluarga bertanggung jawab atas perbuatannya, dan apa konsekuensinya jika melanggar peraturan dan nilai-nilai yang diberlakukan itu.
Karena itu:
- Bersikaplah sabar dan realistis dengan harapan Anda, karena perkembangan anak tergantung pada cinta dan dukungan Anda.
- Perlihatkan contoh yang baik karena Anda tidak mungkin mengharapkan adanya pengendalian diri dan disiplin diri dari anak-anak jika Anda sendiri tidak melakukannya.
- Jika Anda harus mengkritik, kritiklah perbuatannya, bukan pribadi si anak. Lebih baik bilang, “Kelakuanmu jelek sekali,” bukan “Kamu memang anak yang jelek!”
- Berikan alasan yang jelas mengapa Anda menerapkan disiplin dan nilai-nilai tertentu, dan apa konsekuensinya jika tidak diterapkan.
- Sampaikan perasaan Anda karena kadang orangtua kehilangan kontrol, tetapi setelah itu meminta maaflah jika Anda melakukan kesalahan.
Bemain Bersama
Bagi anak-anak, bermain itu sangat menyenangkan. Dari aktivitas menyenangkan itulah anak belajar kreatif, mengenal dan memecahkan masalah, mengontrol diri, berempati, berbagi, dan sebagainya. Bermain itu penting bagi kesehatan fisik dan mental anak.
Anda perlu mengubahnya jika masih memiliki persepsi bahwa bermain itu hanya buang waktu. Beri kesempatan anak untuk bermain dengan teman sebaya. Bahkan, orangtua adalah teman bermain yang sangat baik karena hubungan emosional yang positif bisa terbangun.
Yang pasti, jangan menjadikan TV sebagai pengganti kehadiran Anda. Bagaimanapun, bermain yang sehat membutuhkan interaksi langsung dengan manusia lain. Anda tidak mau anak-anak “diasuh” oleh kotak bergambar itu, bukan?mr-kompas.Widya Saraswati
Minggu, 11 Januari 2009
Yang Diperlukan Anak agar Bermental Sehat
Yang Diperlukan Anak agar Bermental Sehat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar