Jadilah Pengamal, Bukan “Pengamat”
Seorang “pengamat” akan cenderung menuding orang lain jika ada ayat yang berisi sindiran. Dia jarang berintrospeksi, melihat pada diri sendiri.
Bulan Ramadhan adalah bulan Alquran, karena pada bulan itulah Alquran diturunkan. Allah SWT menyatakan, Syahru Ramadhanallazi unizila fiihil quranu hudallinnasi wabayyinatim minal huda wal furqana. Maknanya, pertama, Alquran berfungsi sebagai petunjuk (hudan). Kedua, sebagai penjelas dari petunjuk-petunjuk tersebut (bayyinatim minal huda). Dan ketiga sebagai pembeda (furqan).''Untuk konteks kita di Indonesia saat ini, yang penting sekali adalah Alquran bisa menjadi furqan (pembeda). Artinya membedakan secara tegas antara yang hak dan yang batil, antara yang baik dan buruk, antara yang halal dengan yang haram, antara milik pribadi dan milik kantor, milik perusahaan, milik negara,'' tegas Prof Dr Yunahar Ilyas Lc MAg, guru besar Ulumul Quran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kepada Republika Rabu (10/9).
Salah seorang ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini mengungkapkan, banyak orang yang tidak bisa membedakan Alquran sebagai hidayah. Ia menamsilkan orang yang tidak bisa menjadikan Alquran sebagai petunjuk, bagaikan orang yang memasukkan air ke dalam gelas yang ada tutupnya. Gelas akan bisa menerima air, apabila tutupnya dibuka. “Apalagi tutupnya dibuka seluas-luasnya. Tapi, bila tutupnya tidak dibuka, tidak akan ada air yang masuk ke dalam gelas walaupun yang dituang cukup banyak.”
Di bulan Ramadhan inilah, kata dia, kesempatan yang baik bagi kita untuk membuka hati kita seluas-luasnya untuk menerima petunjuk Alquran. “Alquran itu kalau dibaca,difahami dengan baik kemudian diamalkan, pasti akan menjadi petunjuk,'' ujar Yunahar yang juga salah seorang ketua MUI Pusat.
Ia lalu mengutip pendapat seorang ulama terkemuka Sayyid Qutb yang menyatakan kitab suci Alquran sebagai rambu-rambu lalu lintas. ''Apabila sopir di dalam mengendari mobilnya memerhatikan lambu-lambu tersebut, insya Allah dia akan selamat dalam perjalanan. Tapi, kalau rambu-rambunya dilanggar, dilarang berhenti ia berhenti, ada tanjakan mesti hati-hati dia tidak hati-hati, maka kemungkinan besar dia akan celaka di dalam perjalan.''
Lantas, bagaimana caranya agar Alquran bisa efektif menjadi petunjuk? Yunahar menjelaskan, hendaknya seorang Muslim mengikuti saja apa kewajibannya terhadap Alquran. ''Kewajiban seorang muslim terhadap Alquran pertama, mengimaninya seluruh Alquran tanpa kecuali. Jadi seluruh ayat Alquran harus diimani. Kalau ada satu ayat saja yang tidak diimani, berarti ia menolak seluruh isi Alquran. Karena masalah iman adalah masalah yang bersifat total. Satu kesatuan yang tidak bisa dibagi-bagi. Jadi tidak boleh ada seorang muslim atau muslimah pun yang tidak mengimani satu ayat pun. Perkara, dia belum mampu mengamalkan, itu masalah lain.''
Kewajiban kedua adalah membaca Alquran. Ketiga, memahami Alquran. Untuk bisa memahami Alquran adalah dengan mengetahui artinya. Untuk ini, bisa melalui Alquran dan terjemahnya. Tetapi ada ayat-ayat Alquran yang tidak bisa difahami hanya sekadar terjemahan. Karena itu, perlu ada tafsir. Maka perlu dibaca Alquran dan tafsir atau tafsir Alquran yang memang sudah banyak ditulis termasuk terjemahan tafsir Alquran. Baru kemudian mengamalkannya.
Para sahabat Rasulullah SAW dahulu mempelajari Alquran lima ayat-lima ayat. Setelah faham, langsung mereka amalkan. Saat ini, kata dia, lebih banyak “pengamat” Alquran daripada pengamal Alquran. “Kalau disindir oleh Alquran, ia melihat orang sekelilingnya. Satu-satunya yang tidak dilihatnya adalah dirinya sendiri. Ini yang menyebabkan Alquran tidak bisa berfungsi sebagai hidayah,'' tegasnya.
Kewajiban lainnya adalah mengajarkan Alquran kepada orang lain. Ia lalu mengutip hadis Nabi Muhammad saw yang artinya, ''Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya.'' Oleh karena itu, hidup kita harus bergerak dalam dua hal tersebut: mempelajari Alquran dan mengajarkannya kepada orang lain di sekitar kita,'' tandasnya menambahkan.
Sementara itu, Rektor Universitas Islam As-Syafi'iyah Jakarta, Dr Hj Tutty Alawiyah AS, menyebutkan bulan suci Ramadhan disebut sebagai sayyidusy-syuhur (bulan yang paling utama), karena pada bulan itu kitab suci Alquran diturunkan. ''Kita harusnya sangat bersyukur, karena Alquran bukan saja menjadi mukjizat Nabi, tapi sampai sekarang tetap dijaga oleh Allah swt, dijaga kebenarannya, dijaga kesakralannya dan juga keutuhannya. Kami mengajak kita semua harus lebih cinta lagi kepada Alquran, terutama di bulan suci Ramadhan, jadi tidak cukup membacanya, tapi juga memahami dan mendalami serta mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar