Kamis, 18 September 2008

Menjadikan Stres Bernilai Positif

Menjadikan Stres Bernilai Positif
Purwanti









Di tengah kondisi masyarakat yang serbasulit saat ini, seperti harga-harga bahan pokok mulai naik, jalanan macet setiap hari, berbagai aktivitas sangat padat, dan merasa jenuh dalam hidup, semua itu dapat membuat stres.

Stres yang tidak diatasi lama-kelamaan bisa membuat si penderitanya depresi. Seperti diketahui, depresi merupakan gejala awal bunuh diri. Stres secara harfiah diartikan mendapat (mengalami) tekanan. Seseorang yang berada di bawah tekanan pada akhirnya akan bermasalah pada fisik dan emosinya. Bila tidak terselesaikan dapat mengarah ke depresi sehingga perlu penanganan medis untuk menyembuhkannya.

Untuk menghindari hal tersebut, Anda perlu mengelola dan mengontrol stres yang dapat menimbulkan tekanan dan penderitaan (distres) menjadi stres yang bernilai positif (eustres). Stres yang dapat dikelola dengan baik bisa menjadi energi positif dan dapat membuat seseorang lebih fokus, semangat, dan terpacu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Misalnya ketika seseorang dimarahi atasannya, jika ia mampu berpikir positif di balik kemarahan atasan, itu bisa menjadi eustres.

"Situasi dan kondisi tidak menguntungkan dalam kehidupan sehari-hari jangan selalu dianggap sebagai masalah yang harus dihadapi dengan kondisi tertekan. Hal ini akan menurunkan kualitas hidup," ujar dr Suryo Dharmono SpKJ (K), spesialis kejiwaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSUPN CM) yang hadir sebagai pembicara dalam seminar bertajuk Warnai Hidup dengan Mengelola Stres Negatif Menjadi Positif, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, eustres merupakan cara positif untuk menikmati dan menghadapi masalah yang sering kali muncul.

Kelola Stresor

"Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengubah distres menjadi eustres. Pertama, mengelola stresor (pemicu stres)," ujarnya.

Jika stresor tidak terlalu mengganggu eksistensi keberlangsungan hidup, tambah Suryo, tidak ada salahnya menghindari stresor tersebut. Seperti kebiasaan begadang, atau pergaulan yang buruk. Tapi jika stresor yang dialami bukan suatu hal yang harus dihindari, misalnya, perkawinan, maka harus melakukan usaha untuk mengelolanya, seperti berkomunikasi dengan pasangan.

Cara kedua mengubah distres, lanjut Suryo, memperbaiki kognitif (berpikir dan bertindak). Pikiran manusia kadang terbangun atas dasar satu sudut pandang saja. Karena itu, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan cara pandangnya maka bisa jadi ia akan menjadi stres. Pentingnya seseorang mengubah cara pandang dapat membantu menghadapi dan mencari solusi yang tepat dari sudut pandang yang berbeda.

Ketiga, relaksasi. Kondisi yang santai dan relaks dapat mengurangi perasaan tidak nyaman yang muncul karena perubahan fisiologis yang ditimbulkan. Relaksasi yang dilakukan dapat berupa meditasi, yoga, atau relaksasi otot. Menekuni hobi atau kegiatan yang disenangi juga dapat membantu mengurangi stres.

Pemeriksaan Kesehatan

Namun jika stres sudah mengarah pada tingkat depresi, beberapa tindakan awal akan lebih baik dilakukan. Misalnya, pemeriksaan seperti kondisi fisik (berat badan, tekanan darah, alat vital, dan jantung), pemeriksaan laboratorium (kondisi jantung, kadar alkohol dan obat, fungsi tiroid), serta pemeriksaan psikologis (mengisi kuesioner, investigasi perasaan, pikiran, dan bentuk perilaku untuk mengetahui penyebab depresi).

Terapi untuk mengatasi depresi bisa dilakukan melalui obat-obatan, (farmakoterapi), dan psikoterapi. Secara farmakoterapi, penderita dianjurkan menggunakan obat antidepresan. Obat ini bekerja secara kimiawi di dalam otak dengan mengubah mood pasien sehingga merasa rileks, dapat menganalisis serta mengelola pikiran yang muncul.

Adapun secara psikoterapi, pasien akan menjalani konseling. Yakni pasien diajak sharing untuk membahas pikiran dan perasaannya, mengetahui penyebab depresi yang dialaminya. Psikoterapi membantu membangun kembali rasa kebahagiaan yang mungkin untuk dicapai, mengatur kontrol diri dan mengurangi gejala depresi.

Kedua terapi tersebut dapat dikombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Namun, deteksi penyebab depresi sedini mungkin dapat membantu menentukan cara pengobatan yang tepat.

Suryo mengatakan ada berbagai hal yang dapat menimbulkan stres dapat muncul jika seseorang mengalami suatu kondisi tertentu (situasional). Kondisi tertekan dapat dihindari jika seseorang memiliki kemampuan untuk mengelola stresor-stresor tersebut. Kemampuan ini berhubungan dengan proses kognitif (pola pikir) seseorang terhadap masalah yang muncul. Dengan demikian, ketika permasalahan muncul, pada akhirnya seseorang akan dapat menentukan apakah ia mampu untuk menyelesaikan atau justru malah menghindari masalah tersebut.

Lebih lanjut, Suryo menjelaskan, respons tersebut tidak dapat dipisahkan dari sistem respons tubuh. Ketika seseorang dihadapkan pada situasi yang dapat mengakibatkan stres, baik secara fisik maupun psikis, kelenjar hypothalamus pada otak akan mengaktifkan autonomic nervous system yang dapat memperlambat sistem pencernaan makanan dan mempercepat kerja sistem kardiovaskular.mr-mediaindonesia

Tidak ada komentar: