Sesuaikan Ibadah Puasa dengan Kondisi Penyakit
Segala yang terencana biasanya akan berjalan lebih mulus. Begitu juga dengan puasa, terutama bagi mereka yang mengalami gangguan kesehatan namun ingin menjalankan ibadah puasa yang diserukan Allah SWT kepada hamba-Nya yang beriman.
Ada beberapa tips yang disarikan dari Simposium Mini bertema: Tetap Sehat dan Bugar Selama Bulan Ramadhan yang digelar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) Forum, belum lama berselang.
- Sakit maag.
Saat berpuasa, selama kurang lebih 14 jam sistem pencernaan tidak menerima makanan dan minuman. Padahal, biasanya, dalam tempo enam hingga delapan jam, lambung sudah kembali kosong. Jika terus dibiarkan kosong, produksi asam lambung akan meningkat. Itulah yang dikhawatirkan para penderita sakit maa
Dapatkah penderita sakit maag berpuasa dengan nyaman? Jawabnya, tentu saja bisa! ''Selama Ramadhan, tubuh akan menyesuaikan terhadap kondisi puasa,'' ujar dr Ari Fahrial Syam SpPD KGEH MMB.
Sebelum berpuasa, coba rasakan dan cermati kondisi tubuh Anda. Apakah Anda mengalami sakit maag di usia lewat dari 45 tahun, mengalami penurunan berat badan, pucat, muntah darah, buang air besar yang berwarna hitam, dan tidak bisa menelan? ''Jika iya, periksakan kesehatan Anda sebelum memutuskan berpuasa,'' ucap Ari.
Sebagian besar penderita maag adalah orang yang mengalami gangguan fungsional saluran cerna. Manifestasinya berupa berlebihannya cairan lambung. ''Gangguan fungsional seperti itu justru bisa sembuh dengan berpuasa,'' ungkap Ari.
Mengapa demikian? Sebab, gangguan fungsional itu terjadi akibat pola makan yang tak teratur, konsumsi camilan berlemak, kopi, soda, rokok, serta stres. ''Saat berpuasa, orang akan mengalami pola makan yang teratur. Alhasil, masalah yang ditimbulkan dari ketidakteraturan pola makan sebelumnya bisa teratasi,'' kata dokter yang menjabat sebagai wakil sekretaris PB Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia.
Meski begitu, penderita maag juga orang sehat akan mengalami kenaikan produksi asam lambung di pekan pertama puasa. Kondisi itu berangsur normal di minggu kedua. ''Pada mereka yang mengalami gangguan biologis sekalipun, jika diintervensi dengan obat selama lima sampai tujuh hari, tentu bisa meneruskan ibadah puasanya di pekan ketiga Ramadhan,'' papar Ari.
Agar puasa menjadi lebih nyaman, hindari konsumsi makanan berlemak, sawi, kol, nangka, pisang ambon, dan kedondong. Lalu, hentikan pula kebiasaan menyeruput kopi, soda, sari buah sitrus, dan susu full cream. ''Saat berbuka, hindari kue tart dan keju yang sulit dicerna,'' tutur Ari yang juga staf Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Makanan yang mengandung cuka, pedas, merica, serta bumbu yang merangsang produksi asam lambung sebaiknya juga disingkirkan dari menu buka puasa. Penganan tersebut dapat merusak dinding lambung. Hindari pula, mi, bihun, talas, beras ketan, ubi, dan singkong. ''Yang terbaik untuk berbuka puasa adalah kurma,'' cetus Ari yang praktik di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
- Diabetes
Sebelum bulan Ramadhan tiba, sempatkanlah memeriksakan kesehatan ke dokter. Nantinya, dokter akan memeriksa kondisi terkini tubuh Anda. Misalnya, ada tidaknya komplikasi penyakit lain. ''Periksakan kadar gula darah, tekanan darah, kolesterol, dan fungsi ginjal,'' saran dr Dante Saksono Harbuwono SpPD.
Dokter juga bakal membantu Anda merencanakan puasa secara individual. Perencanaan yang dimaksud terkait dengan obat yang biasa Anda konsumsi. ''Jangan tanya bagaimana penyesuaiannya dengan sesama diabetesi (pengidap penyakit diabetes mellitus). Kondisi tiap orang kan berbeda,'' Dante mengingatkan.
Jika dokter menilai kondisi Anda memungkinkan untuk berpuasa, berupayalah untuk tetap menjaga kestabilan kondisi kesehatan Anda, terutama di pekan pertama puasa. Sebab, di masa itu, tubuh masih dalam tahap penyesuaian dengan pola makan dan konsumsi obat yang baru. ''Ukur kadar gula darah Anda dua jam setelah sahur, pukul satu siang, dan pukul empat sore,'' cetus dokter spesialis penyakit dalam dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta ini.
Pengukuran gula darah secara berkala di minggu pertama puasa amat penting bagi diabetesi. Hanya dengan cara itulah diabetesi dapat menghindari risiko terjadinya penurunan kadar gula darah secara drastis alias hipoglikemi. ''Segera hentikan puasa jika sesudah sahur dan minum obat, kadar gula darah Anda kurang dari 80 mg/dl. Jika diteruskan berpuasa, pada siang hari nanti angkanya bisa lebih merosot lagi,'' papar Dante.
Diabetesi juga dianjurkan untuk membatalkan puasa ketika mengalami peningkatan kadar gula darah, yakni lewat dari 250 mg/dl. Demikian pula, jika Anda tiba-tiba mengalami sakit berat. ''Kalau Anda mengalami hal tersebut, jangan paksakan untuk berpuasa,'' kata staf Divisi Metabolik Endokrin Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ini.
- Lanjut usia
Puasa Ramadhan tentu akan menurunkan asupan kalori. Hasil riset tahun 2005 yang dilakukan dr Siti Setiati SpPD KGer MEpid dari Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS Cipto Mangunkusumo memperlihatkan, penurunan asupan kalori tersebut mencapai sekitar 12-15%. Amankah kondisi itu bagi para lanjut usia untuk berpuasa?
Siti yakin, para lansia aman berpuasa. Namun, ada sejumlah kondisi yang menjadi syaratnya. ''Asalkan kondisinya stabil, penyakitnya terkontrol, dan tidak ada infeksi akut, silakan berpuasa,'' ujar Siti dalam makalahnya.
Dari penelitian pada mereka yang sudah berumur, lanjut Siti, puasa akan menurunkan kolesterol total, LDL (Low Density Lipoprotein, disebut juga kolesterol jahat), trigriserida, dan asam urat. Dan bisa dikatakan, tidak ada penyakit lansia yang serius terkait puasa selama Ramadhan. ''Puasa justru meningkatkan kualitas tidur mereka.''
Untuk menunjang kelancaran puasa, lansia tak memerlukan perlakuan khusus dalam pola makan. Soalnya, kebutuhan kalori mereka sama saja dengan ketika tidak berpuasa. Yang penting, usahakan agar mereka mendapatkan komposisi gizi yang seimbang. Sedangkan, kebutuhan kalorinya bisa tercukupi 40 persen di waktu sahur, 50 persen di saat berbuka puasa, dan 10 persen usai tarawih. ''Makanan saat berbuka juga mesti dibagi waktu konsumsinya, sebelum dan setelah salat Maghrib,'' jelas Siti.
Selama berpuasa, waspadai kekurangan cairan. Ajak mereka untuk membatasi minuman teh atau kopi yang justru merangsang urinasi (buang air kecil). Air atau jus buah baik untuk dikonsumsi antara berbuka puasa dan sebelum tidur. Hindari terlalu banyak es karena dapat membuat perut terasa lebih cepat kenyang dan menurunkan nafsu makan. ''Jika itu terjadi, konsumsi makanan lengkap akan turun porsinya dan memperlemah kondisi fisik,'' papar konsultan geriatri ini.
Ada baiknya, saat berbuka puasa, sediakan pisang. Mengapa? Sebab, pisang merupakan sumber kalium, magnesium, dan karbohidrat. Selain itu, pasien geriatri juga sangat dianjurkan untuk mengonsumsi kurma. ''Kurma mengandung gula serat, karbohidrat, kalium, natrium, kalsium, fosfor, magnesium, dan zat besi yang bagus untuk tubuh,'' urai Siti.
Pada saat yang sama, tekanlah nafsu untuk menyantap makanan yang lebih cepat dicerna, seperti penganan yang banyak mengandung gula. Untuk diketahui, begitu tercerna, gula akan langsung masuk ke dalam darah. ''Nantinya produksi insulin akan terlalu cepat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar